Minggu, 18 November 2012

Tugas Tambahan dari Bu Eris Dianawati


Makalah Personality Development
Perilaku Asertif pada Anak, Remaja dan Dewasa

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Makalah
Mata Kuliah Personality Development

Dosen Pengampu : Ibu Eris Dianawati







 




Disusun Oleh :
INDRA NURHAMSAH : Manajemen (10101168)
AVIA EKA HAVSARI : Manajemen (09101077)


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ASIA MALANG
Jl. Borobudur No. 21 Telp. (0341) 478 494
Oktober 2012










BAB 1
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
 Perilaku asertif sangat penting bagi setiap individu, karena apabila seorang individu tidak memiliki keterampilan untuk berperilaku asertif atau bahkan tidak dapat berperilaku asertif, disadari ataupun tidak, individu  ini akan kehilangan hak-hak pribadi sebagai individu dan cenderung tidak dapat menjadi individu yang bebas dan akan selalu berada dibawah kekuasaan orang lain. Alasan seorang individu tidak dapat berperilaku asertif adalah karena mereka belum menyadari bahwa mereka memiliki hak untuk berperilaku asertif. Misalnya,  pada masa ini terdapat keraguan akan identitas diri sebagai seorang remaja awal karena pada masa ini individu telah merasa dewasa namun masih ada orang-orang disekelilingnya yang menyebutnya “anak remaja”. Perilaku asertif dibutuhkan oleh remaja awal , terlebih apabila seorang remaja awa berada dalam lingkungan yang kurang baik seperti lingkungan perokok atau pecandu narkoba, pada satu sisi sorang remaja tidak ingin kehilangan teman dan pada sisi lainnya seorang remaja tidak ingin terjerumus pada hal-hal negatif.
Tidak semua individu dapat berperilaku asertif. Hal ini disebabkan karena tidak semua individu laki-laki maupun perempuan, anak – anak , remaja maupun dewasa sadar bahwa mereka memiliki hak untuk berperilaku asertif. Banyak pula anak – anak , remaja dan dewasa yang cemas atau takut untuk berperilaku asertif, atau bahkan banyak individu yang kurang terampil dalam mengekspresikan diri secara asertif. Hal ini mungkin mendapatkan pengaruh dari latar belakang budaya keluarga dimana mereka semua itu tinggal, urutan anak tersebut dalam keluarga, pola asuh orang tua, jenis kelamin, status sosial ekonomi orang tua atau bahkan sistem kekuasaan orang tua. Perilaku asertif berbeda dengan perilaku agresif, karena dalam berperilaku asertif, kita dituntut untuk tetap menghargai orang lain dan tanpa melakukan kekerasan secara fisik maupun verbal. Sedangkan perilaku agresif cenderung untuk menyakiti orang lain apabila kehendaknya tidak dituruti.
Setiap individu anak – anak , remaja, maupun dewasa yang  belum dapat mengkomunikasikan perasaan yang dirasa kepada orang lain secara jujur, mereka menganggap mereka tidak memiliki hak untuk melakukan hal tersebut. Jika hal ini tidak dapat diatasi maka dimasa yang akan datang remaja mereka akan  merasa rendah diri dan tidak berani mengemukakan perasaanya kepada orang lain karena merasa apa yang disampaikannya selalu tidak dipedulikan orang lain.


BAB 2
LANDASAN TEORI

A.  Definisi Perilaku Asertif
Cawood (1988) menyebutkan bahwa perilaku asertif adalah ekspresi yang langsung, jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan atau hak-hak individu tanpa kecemasan yang tidak beralasan. Alberti & Emmons (2002) memberikan pengertian bahwa perilaku yang asertif mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia, yang memungkinkan kita untuk bertindak menurut kepentingan kita sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, untuk menerapkan hak-hak pribadi kita tanpa menyangkali hak-hak orang lain.
Lange dan Jakubowski (1978) memberikan pengertian tentang perilaku asertif sebagai berikut: “Standing up for personal rights and expressing toughts, feelings, and beliefs in direct, honest, and appropriate ways which do not violate another person’s rights” Dalam pengertian yang mereka kemukakan, mereka menyatakan bahwa perilaku asertif adalah mempertahankan hak-hak kita dan mengekspresikan apa yang kita yakini, rasakan serta inginkan secara langsung dan jujur dengan cara yang sesuai yang menunjukkan penghargaan terhadap hak-hak orang lain.
Pengertian lainnya dikemukakan oleh Rini (2001), yaitu bahwa asertif adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan kepada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain. Sedangkan Rathus dan Nevid (1983) menyatakan bahwa asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok.
Selanjutnya, Beddel & Lennox (1997) memberikan pengertian mengenai perilaku asertif, yaitu: “Assertiveness promotes interpersonal behavior that simultaneously attempts to maximize the person’s satisfaction of wants while considering the wants of other people, thus promoting respect for the self and others”. Mereka mengatakan bahwa, asertifitas akan mendukung tingkah laku interpersonal yang secara simultan akan berusaha untuk memenuhi keinginan individu semaksimal mungkin dengan secara bersamaan juga mempertimbangkan keinginan orang lain karena hal itu tidak hanya memberikan penghargaan pada diri sendiri tetapi juga kepada orang lain.
B.  Ciri-Ciri Individu dengan Perilaku Asertif
Lange dan Jakubowski (1978) mengemukakan lima ciri-ciri individu dengan perilaku asertif. Ciri-ciri yang dimaksud adalah:
a. Menghormati hak-hak orang lain dan diri sendiri
Menghormati orang lain berarti menghormati hak-hak yang mereka miliki, tetapi tidak berarti menyerah atau selalu menyetujui apa yang diinginkan orang lain. Artinya, individu tidak harus menurut dan takut mengungkapkan pendapatnya kepada seseorang karena orang tersebut lebih tua dari dirinya atau memiliki kedudukan yang lebih tinggi.
b. Berani mengemukakan pendapat secara langsung
Perilaku asertif memungkinkan individu mengkomunikasikan perasaan, pikiran, dan kebutuhan lainnya secara langsung dan jujur.
c. Kejujuran
Bertindak jujur berarti mengekspresikan diri secara tepat agar dapat mengkomunikasikan perasaan, pendapat atau pilihan tanpa merugikan diri sendiri atau orang lain.
d. Memperhatikan situasi dan kondisi
Semua jenis komunikasi melibatkan setidaknya dua orang dan terjadi dalam konteks tertentu. Dalam bertindak asertif, seseorang harus dapat memperhatikan lokasi, waktu, frekuensi, intensitas komunikasi dan kualitas hubungan.
e. Bahasa tubuh
Dalam bertindak asertif yang terpenting bukanlah apa yang dikatakan tetapi bagaimana menyatakannya. Bahasa tubuh yang menghambat komunikasi, misalnya: jarang tersenyum, terlihat kaku, mengerutkan muka, berbicara kaku,
bibir terkatup rapat, mendominasi pembicaraan, tidak berani melakukan kontak mata dan nada bicara tidak tepat.
C.  Hal – hal yang Mempengaruhi Perilaku Asertif
Menurut Rathus dan Nevid (1983), terdapat enam hal yang mempengaruhi perkembangan perilaku asertif, yaitu:
1. Jenis kelamin. Jenis kelamin mempengaruhi perkembangan perilaku asertif. Wanita pada umumnya lebih sulit bersikap asertif seperti mengungkapkan perasaan dan pikiran dibandingkan dengan laki-laki. Subjek 1 adalah seorang perempuan, subjek 2 adalah perempuan, dan subjek 3 adalah laki-laki, menurut ketiga subjek, mereka merasa jenis kelamin mempengaruhi perilaku mereka. Dilihat dari alasan individu berperilaku non asertif, yang dikemukakan Lange & Jakubowski (dalam Zulkaida, 2006) tentang kesalahan dalam menganggap perilaku non asertif sebagai suatu bentuk kesopanan, dimana ketiga subjek menganggap jenis kelamin mempengaruhi perilaku mereka, dan sebagai seorang anak perempuan subjek 1 dan 2, sering menganggap lebih baik diam sebagai bentuk kesopanan.
2. Self esteem. Disebut juga dengan harga diri. Individu yang berhasil untuk berperilaku asertif adalah individu yang harus memiliki keyakinan. Orang yang memiliki keyakinan diri yang tinggi memiliki kekuatiran sosial yang rendah sehingga mampu mengungkapkan pendapat dan perasaan tanpa merugikan orang lain dan diri sendiri. Pada kasus subjek 1, 2 dan 3, terdapat kesamaan, yaitu bahwa ketiga subjek merasa memiliki harga diri yang tinggi dan dengan harga diri yang tinggi tersebut, ketiga subjek mampu menunjukkan perilaku asertifnya kepada orang lain. Dilihat dari alasan individu berperilaku non asertif, yang dikemukakan Lange & Jakubowski (dalam Zulkaida, 2006) tentang kegagalan menerima hak pribadi, maka ketiga subjek tidak merasakan kegagalan dalam menerima hak pribadi, melainkan ketiga subjek merasa memiliki harga diri yang tinggi dan mampu berperilaku asertif kepada orang lain.
3. Kebudayaan. Kebudayaan juga mempengaruhi perilaku yana muncul. Kebudayaan biasanya dibuat sebagai pedoman batas-batas perilaku setiap individu. Subjek 1 yang memiliki ayah dari suku Jawa dengan ibu dari suku Sunda. Subjek 2 yang memiliki ayah dari Suku Sumatra (Padang) dengan ibu dari suku Jakarta, dan subjek 3 memiliki kedua orang tua dari suku yang sama, suku Sunda. Pada kasus subjek 1 dan 3, terlihat bahwa subjek merasa bahwa kebudayaan mempengaruhi perilakunya. Pada kasus subjek 2 dapat dilihat subjek merasa kebudayaan tidak mempengaruhi perilakunya. Dilihat dari alasan individu berperilaku non asertif, yang dikemukakan Lange & Jakubowski (dalam Zulkaida, 2006) tentang kecemasan akan adanya akibat yang bersifat negatif, dimana dari hasil diatas, dapat dilihat bahwa subjek 1 dan 3 merasa akan mendapatkan akibat negatif apabila mereka mengabaikan sisi kebudayaan mereka.
4. Tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin luas wawasan berpikir sehingga memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dengan lebih terbuka. Pada kasus subjek 1 dan 2 terdapat kesamaan. Menurut mereka tingkat pendidikan mempengaruhi perilakunya. subjek 3 mengatakan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi perilakunya. Dilihat dari alasan individu berperilaku non asertif, yang dikemukakan Lange & Jakubowski (dalam Zulkaida, 2006) tentang tidak adanya keterampilan untuk berperilaku asertif, dimana subjek 1 dan 2 merasa tingkat pendidikan saat ini membuat mereka merasa tidak memiliki keterampilan untuk berperilaku asertif.
5. Tipe kepribadian. Hal ini dipengaruhi oleh tipe kepribadian, dimana seseorang akan bertingkah laku berbeda dengan individu kepribadian lain. Pada kasus subjek 1 dan 3 terdapat kesamaan, yaitu memiliki kepribadian yang terbuka. Pada kasus subjek 2, terlihat bahwa subjek lebih pendiam dan tertutup Dilihat dari alasan individu berperilaku non asertif, yang dikemukakan Lange & Jakubowski (dalam Zulkaida, 2006) tentang kesalahan dalam membedakan antara perilaku asertif dan agresif, dimana subjek 1 dan 3 dengan tipe kepribadian yang terbuka berusaha untuk tidak mengkomunikasikan keinginannya dengan suara yang keras atau yang sifatnya memaksa agar tidak terjadi kesalahan dalam membedakan perilaku asertif dan agresif.
6. Situasi tertentu lingkungan sekitarnya. Dalam berperilaku, seseorang akan melihat kondisi dan situasi dalam arti luas. Pada kasus subjek 1 dan 3, terlihat bahwa subjek dapat menolak perintah orang tua sedangkan kasus subjek 2 terlihat bahwa subjek merasa tidak dapat menolak permintaan orang lain. Dilihat dari alasan individu berperilaku non asertif, yang dikemukakan Lange & Jakubowski (dalam Zulkaida, 2006) tentang kesalahan menganggap perilaku asertif adalah sebagai usaha untuk membantu orang lain, dimana subjek 2 tidak dapat menolak permintaan orang lain dan menganggap perilakunya tersebut sebagai usaha untuk membantu orang lain.


BAB 3
PEMBAHASAN

Perilaku Asertif pada Anak, Remaja dan Dewasa
Lange dan Jakubowski (1978) memberikan pengertian tentang perilaku asertif sebagai berikut: “Standing up for personal rights and expressing toughts, feelings, and beliefs in direct, honest, and appropriate ways which do not violate another person’s rights” Dalam pengertian yang mereka kemukakan, mereka menyatakan bahwa perilaku asertif adalah mempertahankan hak-hak kita dan mengekspresikan apa yang kita yakini, rasakan serta inginkan secara langsung dan jujur dengan cara yang sesuai yang menunjukkan penghargaan terhadap hak-hak orang lain.
Seperti dalam teori perikalu asertif yang dikemukakan oleh Lange dan Jakubowski (1978) di atas secara umum dapat diambil kesimpulan perilaku asertif bisa terjadi pada setiap individu baik anak – anak, remaja maupun dewasa. Hanya saja ada perbedaan bentuk – bentuk perilaku asertif mereka karena beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seperti jenis kelamin, sefl esteem, kebudayaan, tingkat pendidikan hingga tipe kepribadian mereka ( menurut Rathus dan Nevid -1983).
Menurut Lange & Jakubowski (1978), terdapat beberapa ciri-ciri individu dengan perilaku asertif, ciri – ciri ini bisa terdapat pada anak, remaja maupun dewasa. Ciri-ciri yang dimaksud adalah :
1. Menghormati hak-hak orang lain dan diri sendiri. Hal yang dimaksud adalah bahwa setiap individu memiliki hak yang sama dengan individu lainnya tanpa melihat perbedaan usia, jabatan atau golongan. Contohnya pada anak (0 – 12 thn) , biasanya ketika mereka bermain bersama dan mereka memilki “mainan” masing – masing, anak yang asertif akan merebut kembali “mainannya” yang diambil oleh teman bermainnya karena dia menganggap “mainan” tersebut adalah haknya. Contoh pada remaja (12 – 20 thn), di dalam pergaulan remaja bisanya ada panggilan – panggilan nama khusus kepada salah satu rekannya, panggilan nama yang tidak sesuai dengan nama aslinya yang menyebabkan rasa rendah diri misalkan “ si gendut, si tompel, si boncel dll”. Seorang remaja yang asertif akan menolak panggilan nama tersebut karena dia merasa berhak mendapat panggilan nama sesuai dengan nama pemberian orang tuannya. Dan dia juga akan menghormati rekan – rekannya dengan memanggil nama asli mereka. Sedangkan contohnya pada orang dewasa ( > 20 thn / sudah bekerja), seorang dewasa yang asertif akan menemui atasannya jika ia meresa diperlakukan tidak adil dalam pemberian upah kerja.
2. Berani mengemukakan pendapat secara langsung. Hal yang dimaksud adalah bahwa setiap individu dengan perilaku asertif akan mampu mengungkapkan segala perasaan yang dirasakannya atau sesuatu yang dipikirkannya. Contohnya pada anak (0 – 12 thn), seorang anak yang asertif akan berani bercerita mengenai objek yang dia pegang, dia pelajari, atau dia buat “ mainan” ketika ditanya oleh ibunya, kakak, atau orang lain. Contoh pada remaja ( 12 -20 thn ), perilaku asertif ini bisa tampak jika remaja tersebut berani bertanya atau menyanggah di dalam forum diskusi kelas. Contoh pada dewasa ( > 20 thn / sudah bekerja), di dalam forum rapat dia akan menyampaikan pendapatnya jika ia merasa kebijakan yang ditentukan bisa merugikan perusahaan itu sendiri.
3.  Kejujuran. Dalam hal ini, kejujuran yang ditunjukkan dalam mengekspresikan diri agar dapat mengkomunikasikan perasaan, pendapat ataupun pilihan yang tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Contoh pada anak ( 0 – 12 thn), seorang anak yang asertif yang jujur dalam mengekspresikan wajah murungnya ketika ia merasa kurang diperhatikan oleh orang tuanya. Contoh pada remaja (12 – 20 thn), seorang remaja yang berani berpenampilan sesuai dengan yang dia kehendaki, tidak ikut – ikutan merupakan remaja yang menunjukan perilaku asertifnya. Contoh pada dewasa (>20 thn/sudah bekerja), ketua tim akan menunjukkan sikap senang (memberi apresiasi) kepada anggota kerja yang berprestasi.
4. Memperhatikan situasi dan kondisi. Hal yang dimaksud adalah, bahwa setiap individu yang berperilaku asertif akan mampu memperhatikan situasi, lokasi, frekuensi serta intensitas komunikasi. Contoh pada anak (0 – 12 thn), seorang anak perempuan yang ikut – ikutan berperan sebagai ibu yang memasak ketika memperhatikan ibunya yang sedang memasak di dapur. Contoh pada remaja (12 – 20 thn) yang memulai komunikasi kepada teman sejawatnya yang sedang sedih dengan cara yang menghiburnya. Contoh pada dewasa ( > 20 thn/ sudah bekerja), seorang rekan kerja yang memberikan saran maupun pendapat dalam forum rapat di kantor untuk memperbaiki kinerja perusahaan yang mulai menurun.
5.  Bahasa tubuh. Selain dari beberapa ciri perilaku asertif yang telah dijelaskan sebelumnya, ciri perilaku asertif  lainnya dapat ditunjukkan dengan bahasa tubuh. Dalam bertindak asertif yang terpenting bukanlah apa yang dikatakan tetapi bagaimana menyatakannya. Bahasa tubuh yang menghambat komunikasi, misalnya: jarang tersenyum, terlihat kaku, mengerutkan muka, berbicara kaku,
bibir terkatup rapat, mendominasi pembicaraan, tidak berani melakukan kontak mata dan nada bicara tidak tepat merupakan wujud dari perilaku nonasertif. Contoh pada anak (0 – 12 thn), anak yang asertif akan berani melihat wajah orang yang mengajak berbicara dengannya. Contoh pada remaja (12 – 20 thn), didalam forum diskusi kelas selain berbicara dia juga menggerakkan anggota tubuh untuk meyakinkan orang tentang apa yang  dia sampaikan. Contoh pada dewasa (> 20 thn/ sudah bekerja), seorang karyawan yang memulai untuk memberikan senyuman kepada karyawan lainnya saat bertemu di lingkungan kerja.











BAB 4
KESIMPULAN

Perilaku asertif adalah mempertahankan hak-hak kita dan mengekspresikan apa yang kita yakini, rasakan serta inginkan secara langsung dan jujur dengan cara yang sesuai yang menunjukkan penghargaan terhadap hak-hak orang lain. Perilaku asertif bisa terjadi pada setiap individu baik anak – anak (0 – 12 thn), remaja (12 – 20 thn) maupun dewasa (> 20 thn/ sudah bekerja) dengan ciri – ciri tertentu. Ada enam (6)  hal yang dapat mempengaruhi perkembangan perilaku asertif seperti jenis kelamin, sefl esteem, kebudayaan, tingkat pendidikan hingga tipe kepribadian mereka (Rathus dan Nevid - 1983).